Cerita Pedagang Beduk Raup Omzet Puluhan Juta Saat Ramadan
Ramadan dikenal sebagai bulan penuh berkah bagi umat muslim. Terbukti, di bulan spesial ini tak sedikit dari pelaku usaha yang meraup banyak keuntungan.
Rata-rata yang paling laku yang harga Rp 1,5 juta
Tak terkecuali pedagang beduk musiman yang biasa berjualan di Jalan K.H Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Waluyo (52), salah satu pedagang beduk
mengaku bisa meraup omzet hingga Rp 10 juta per bulan selama Ramadan. Di bawah terpal ala kadarnya, warga Kebon Kacang ini setiap harinya berjualan beduk dari pukul 09.00-19.00.Omzet Penjualan Bazar Kampung Ramadan Ciganjur Capai Rp 28,8 Juta"Semua material beduk yang saya jual dari kayu. Rata-rata paling laku yang harga Rp 1,5 juta. Saat ini saya sudah menjual delapan bedug," akunya, Selasa (11/4).
Ia menerangkan, beduk yang dijualnya ini didapat dari perajin asal Solo, Jawa Tengah. Dari wilayah tersebut dirinya memesan 15 beduk dengan berbagai ukuran berikut 30 kulit kambing untuk dijual kembali.
"Harga bervariasi untuk kulit kambing mulai dari Rp 150 ribu sampai 300 ribu," terangnya.
Waluyo menuturkan, di lapaknya ini, beduk dengan berat empat kilogram dibanderol seharga Rp 1,5 juta. Sementara beduk seberat tujuh kilogram dijual seharga Rp 10 juta.
"Saya berjualan baru tahun ini. Karena waktu pandemi, saya sempat berhenti berjualan beduk musiman," tuturnya.
Berbeda dengan pedagang beduk pada umumnya, Farid (43), warga Kebon Melati menjual beduk dari hasil kreasi tangannya sendiri. Berbekal ember bekas cat minyak, pria ini membuat beduk yang dilukis semenarik mungkin.
"Karena dari bahan bekas, harga beduk yang saya jual mulai dari Rp 100 ribu untuk ukuran kecil hingga Rp 2 juta untuk ukuran paling besar," ungkapnya.
Farid mengungkapkan, omzet dari penjualan beduk yang didapatnya selama sebulan bisa mencapai Rp 30 juta.
"Dari semua beduk saya, yang paling laris itu bedug berukuran kecil karena pembelinya banyak anak-anak," paparnya.
Farid berharap, tradisi menabuh beduk saat malam takbiran bisa terus dipertahankan karena sudah merupakan warisan nenek moyang.
"Ini harus terus dijaga supaya tradisi kita tidak hilang ditelan zaman," tandasnya.